Sabtu, 03 April 2010
PERENCANAAN PEMBELAJARAN
Perencanaan merupakan suatu hal yang begitu penting bagi seseorang yang akan melaksanakan tugas atau pekerjaannya, termasuk guru yang memiliki tugas/pekerjaan mengajar (mengelolah Pembelajaran)
Supaya guru dapat menyusun suatu perencanaan Pembelajaran harus memahami prinsip-prinsip perencanaan dengan baik sebagai prasyarat mutlak yang harus dipenuhi seorang guru.
Pengertian perencanaan atau dalam Bahasa Inggris “Planning” atau desain “Design” ada juga mengartikan sebagai persiapan. Di dalam ilmu manajemen pendidikan atau ilmu administrasi pendidikan, perencanaan diartikan sebagai persiapan menyusun suatu keputusan berupa langkah-langkah penyelesaian suatu masalah atau pelaksanaan suatu pekerjaan yang terarah pada pencapaian tujuan tertentu.
Ada beberapa defenisi tentang perencanaan yang rumusannya berbeda-beda satu dengan yang lain. Cunningham (1982) mengatakan perencanaan itu ialah menyeleksi dan menghubungkan pengetahuan, fakta-fakta, imajinasi-imajinasi, dan asumsi-asumsi untuk masa yang akan datang untuk tujuan untuk memvisualisasi dan memformulasi hasil yang diinginkan, urutan kegiatan yang diperlukan, dan perilaku batas-batas yang dapat diterima yang akan digunakan dalam penyelesaian. Perencanaan disini menekankan kepada usaha menyeleksi dan menghubungkan sesuai untuk kepentingan untuk masa yang akan datang serta usaha untuk mencapainya.
Arthur W. Steller (1983) mendefenisikan bahwa perencanaan ialah hubungan antara apa adanya sekarang ( what is) dengan bagaimana seharusnya (would should be) yang bertalian dengan kebutuhan, penentuan tujuan, prioritas program, dan alokasi sumber.
Sementara Stephen P. Robbins (1982) mendefenisikan secara pendek bahwa perencanaan adalah suatu cara untuk mengantisipasi dan menyeimbangkan perubahan. Dalam defenisi ini ada asumsi bahwa perubahan itu sering terjadi.
Fredman dan Hudson (1974) mengemukakan empat kategori utama dalam tradisi perencanaan. Keempat tradisi itu masing-masing adalah penganut filsafat sintetis (The Philosophical syntetik), penganut filsafat rasionalisme (The rationalism), penganut pengembangan organisasi (Organization Development), dan penganut empirisme (Empiricism).
Penganut Filsafat Sintetis seperti Manheim (1949) Dahl dan Lindblom (1953) Etzioni (1969) melihat perencanaan sebagai cara berpikir, proses pengambilan keputusan, dan bimbingan sosial (societal guidency). Perencanaan merupakan usaha untuk mengoptimalkan kesimbangan antara pengawasan (control) yang ketat dengan konsesus yang lemah. Perencanaan dapat dipandang sebagai suatu proses yang bersifat psikologis, yaitu untuk suatu “pembelajaran” dengan penekanan pada transaksi interpersonal.
Penganut The rationalism seperti Ackoff (1974) mengemukakan empat kategori sikap atau pandangan terhadap perencanaan, yakni (1) inactivists, puas dengan cara yang ada dan cara yang berlaku, (2) reactivists, memilih keadaan seperti yang telah terjadi dan mereka percaya sesuatu yang akan lebih buruk dari pada yang buruk. (3) preactivists, mereka percaya masa depan pada dasarnya susah dikontrol, namum dapat dipercepat kehadirannya dan mengontrol akibat-akibatnya, dan (4) interactivists, mereka para edialis kecendurangan untuk melakukan perubahan. Menurut penganut rasionalisme, perencanaan merupakan suatu bentuk pengambilan keputusan, suatu proses yang mengikuti langkah-langkah procedural dalam rangka pengambilan keputusan, pemilihan alternative, consensus, dan hasil.
Penganut Organization Development berpandangan bahwa pengembangan organisasi dapat di pandang sebagai salah satu metode perencanaan di mana perubahan dan pengembangan organisasi akan berpengaruh terhadap perubahan eksternal suatu system. Perubahan organisasi merupakan suatu proses pembelajaran mengenai kesadaran dan tingkah laku anggota organisasi. (Bennis, 1969)
Sementara penganut Empiricism menyatakan bahwa dalam perencanaan terdapat dua aliran yaitu, aliran pertama, yang memusatkan perhatiannya pada aspek politik dan realitas fungsi ekonomi skala nasional. Perhatian pada aliran ini difokuskan pada berbagai studi mengenai perencanaan nasional dan perencanaan yang sifatnya indikatif, sedangkan aliran kedua, perhatiannya difokuskan terhadap berbagai studi mengenai politik pembangunan perkotaan (Fredman dan Hudson, 1974)
Dari beberapa defenisi tersebut diatas memperlihatkan rumusan dan tekanan yang berbeda. Yang satu mencari wujud yang akan datang serta usaha untuk mencapainya, yang lainnya menghilangkan kesenjangan antara keadaan sekarang dengan keadaan yang masa akan datang, dan satunya lagi merubah keadaan agar sejalan dengan kondisi sekarang.
B. Dimensi-dimensi perencanaan
Dimensi perencanaan yaitu berlaitan dengan cakupan dan sifat-sifat dari beberapa karakteristik yang ditemukan dalam perencanaan Pembelajaran. Pertimbangan terhadap dimensi-dimensi itu menurut Harjanto (1997 : 5) memungkinkan diadakannya perencanaan kompherensif yang menalar dan efisien, yakni :
1. Signifikansi : tingkat signifikansi tergantung pada tujuan pendidikan yang diajukan dan signifikansi dapat ditentukan berdasarkan kreteria-kreteria yang dibangun selama proses perencanaan.
2. Feasibilitas : perencanaan harus disusun berdasarkan pertimbangan realities baik yang berkaitan dengan biaya maupun pengemplentasinnya.
C. Pembelajaran
Para ahli pendidikan mayoritas mengartikan Pembelajaran adalah terjemahan dari instruction atau teaching. Pengertian tersebut menurut Arif S. Sadiman tidak tepat karena padanan tersebut tidak tepat secara pas, instruction lebih luas pengertiannya dari Pembelajaran. Instruction mencakup semua event yang mungkin punya pengaruh langsung kepada proses belajar manusia dan bukan saja terbatas pada event (peristiwa-peristiwa) yang dilakukan oleh guru/dosen/instruktur. Instruction itu meliputi pula kejadian-kejadian yang diturunkan oleh bahan cetakan, gambar, program televisi, film, slide, dan lain-lain.
Sementara dalam pengertian lain diungkapkan bahwa Pembelajaran itu adalah suatu proses yang sistimatis dan prosedural dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu. Menurut Joyce dan Weil (1986) Pembelajaran adalah “proses membantu para pelajar memperoleh informasi, ide, keterampilan, nilai, cara berfikir, saran untuk mengekspresikan dirinya, dan cara-cara belajar bagaimana belajar”.
Menurut Lindgren (1976) fokus sistim pendidikan mencakup tiga aspek, yaitu (1) siswa, yang paling penting sebab tanpa siswa tidak akan ada proses belajar, (2). Proses belajar, yaitu apa saja yang dihayati siswa apabila mereka belajar, bukan apa yang harus dilakukan guru untuk mengajarkan materi pelajaran tetapi apa yang akan dilakukan siswa untuk mempelajarinya, dan (3). Situasi belajar, yaitu lingkungan dimana terjadi proses belajar dan mencakup semua faktor yang mempengaruhi siswa atau proses belajar seperti guru, kelas dan interaksi didalamnya, dan sebagainya.
Mengajar merupakan suatu aktifitas profesional yang memerlukan keterampilan tingkat tinggi dan mencakup pengambilan keputusan (Davies, 1971). Di masa lampau keputusan-keputusan tersebut lebih merupakan keputusan jangka pendek yang bersifat insindental, tetapi dengan bertambah banyaknya informasi yang ada sekarang maka hal tersebut tidak dapat dilakukan lagi. Guru dalam Pembelajaran dituntut untuk berfungsi sebagai pengelola proses belajar mengajar yang melaksanakan empat macam tugas, yakni : merencanakan, mengatur, mengarahkan, dan mengevaluasi.
D. Pengertian Perencanaan Pembelajaran
Perencanaan Pembelajaran adalah suatu pemikiran atau persiapan untuk melaksanakan tugas mengajar/aktifitas Pembelajaran dengan menerapkan prinsip-prinsip Pembelajaran serta melalui langkah-langkah Pembelajaran; perencanaan itu sendiri, pelaksanaan dan penilaian, dalam rangka pencapian tujuan Pembelajaran yang telah ditentukan. Ada pula yang memberikan batasan pengertian yang berbeda, bahwa perencanaan Pembelajaran sebagai pemikiran tentang penerapan prinsip-prinsip umum Pembelajaran dalam rangka pelaksanaan tugas mengajar dalam suatu interaksi Pembelajaran (interaksi guru dan siswa) tertentu yang khusus, baik yang berlangsung di dalam kelas maupun diluar kelas. Makin baik perencanaan Pembelajaran maka makin baik pula dalam pelaksanaan Pembelajarannya.
William H. Newman (Abdul Majid. 2008), mengemukakan bahwa perencanaan adalah menentukan apa yang akan dilakukan. Perencanaan mengandung rangkaian-rangkaian putusan yang luas dan penejalsan-penjelasan dari tujuan, penentuan kebijakan, program, metode dan prosedur tertentu dan penentuan kegiatan berdasarkan jadwal sehari-hari.
Nurhida Amir dan Rochdito berpendapat, bahwa membuat perencanaan Pembelajaran merupakan suatu proses analisis dari kebutuhan dan tujuan belajar, pengembangan materi, kegiatan belajar mengajar, dan kegiatan penilaian hasil belajar peserta didik, mencoba merevisi semua kegiatan mengajar dan penilaian peserta didik.
Dengan demikian guru adalah sebagai desainer/perancang Pembelajaran sekaligus sebagai pengelolah/pelaksana Pembelajaran. Maka, untuk dapat melakukan tugasnya, baik sebagai desainer maupun sebagai pengelola/pelaksana Pembelajaran guru perlu memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam menyusun perencanaan Pembelajaran. Perencanaan Pembelajaran merupakan alat yang dapat membantu guru dalam melaksanakan kegiatan mengajar secara efektif dan efisien. Meskipun demikian, pengetahuan cara menyusun perencanaan Pembelajaran tidak secara otomatis menjamin guru menjadi terampil dalam menyusun perencanaan Pembelajaran. Hal demikian memerlukan latihan dan kerja sama dengan guru yang lain (terutama sesama guru yang mengajar pelajaran yang sama). Dengan mengkomunikasikan perencanaan Pembelajaran yang dibuat kepada guru yang lain diharapkan guru tersebut akan memberikan feedback tentang perencanaan Pembelajaran itu. Feedback itu dapat digunakan untuk menyempurnakan perencanaan Pembelajaran selanjutnya.
Perencanaan Pembelajaran merupakan perencanaan yang sistimatik dan suatu Pembelajaran yang akan dimenfestasikan bersama-sama (kepada) peserta didik. Dalam rangka ini, ada baiknya jika guru terlebih dahulu memiliki proses berpikir dalam dirinya; apa yang akan diajarkan dan materi apa yang diperlukan untuk mencapai untuk hasil belajar yang diinginkan, bagaimana cara mengajarkan serta prosedur pencapaiannya, dan bagaimana guru menilai (untuk mengetahui) apakah tujuan sudah dicapai atau apakah materi sudah dikuasai peserta didik.
Lebih luas lagi dijabarkan Abdul Majid (17, 2008) perencanaan pembelajaran dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, yaitu ;
a. Perencanaan pembalajaran sebagai teknologi adalah suatu perencanaan yang mendorong penggunaan teknik-teknik yang dapat mengembangkan tingkah laku kognitif dan teori-teori konstruktif terhadap solusi dan problem-problem pembelajaran.
b. Perencanaan pembelajaran sebagai suatu sistim adalah sebuah sumber-sumber dan prosedur-prosedur untuk mengerakkan pembelajaran. Pengembangan sistim pembelajaran melalui proses yang sistemik selanjutnya diimplementasikan dengan mengacu pada sistim perencanaan itu.
c. Perencanaan pembelajaran sebagai sebuah disiplin adalah cabang dari pengetahuan yang senantiasa memperhatikan hasil-hasil penelitian dan teori tentang strategi pembelajaran dan implementasinya terhadap strategi tersebut.
d. Perencanaan pembelajaran sebagai sains (science) adalah mengkreasi secara detail spesifikasi dari pengembangan, implementasi, evaluasi, dan pemeliharaan akan situasi maupun fasilitas pembelajaran terhadap unit-unit yang luas maupun yang lebih sempit dari materi pelajaran dengan segala tingkatan kompleksitasnya.
e. Perencanaan pembelajaran sebagai sebuah proses adalah pengembangan pembelajaran secara sistemik yang digunakan secara khusus atas dasar teori-teori pembelajaran dan pengajaran untuk menjamin kualitas pembelajaran dengan mengadakan analisis kebutuhan dari proses belajar dengan alur sistematik untuk mencapai tujuan pembelajaran.
f. Perencanaan pembelajaran sebagai sebuah realitas adalah ide pengajaran dikembangkan dengan memberikan hubungan pengajaran dari waktu kewaktu dalam suatu proses yang dikerjakan perencana dengan mengecek secara cermat bahwa semua kegiatan telah sesuai dengan tuntutan sains dan dilaksanakan secara sistematik.
Untuk menyusun perencanaan Pembelajaran yang baik, ada beberapa hal yang harus diperhatikan :
1. Tujuan dan sumber yang ada harus jelas sebelum perencanaan itu disusun.
2. Masing-masing komponen dalam perencanaan Pembelajaran harus saling membantu, saling berhubungan dan saling bergantungan dalam rangka mencapai tujuan.
3. Proses yang ditempuh memungkinkan untuk melakukan koreksi terhadap kemajuan.
4. Proses perencanaan bersifat berulang-ulang dan saling berinteraksi.
5. Rencana Pembelajaran harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat sejalan dengan kegiatan lainnya (mata pelalajaran/fasilitas).
6. Tidak satupun komponen atau prosedur dapat berubah tanpa menimbulkan pengaruh terhadap komponen atau prosedur lainnya.
7. Koordinasikan kebutuhan lainnya, seperti tenaga, biaya, waktu, fasilitas, peralatan untuk melaksanakan rencana Pembelajaran tersebut.
8. Nilailah hasil belajar peserta didik berdasarkan tujuan, hasilnya untuk merevisi dan menilai setiap fase dari rencana yang memerlukan penyempurnaan.
Dalam rangka pencapaian tujuan dan fungsi Pembelajaran terdapat empat kegiatan utama dalam penyusunan perencanaan, yaitu (1) memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk memperoleh haknya dalam Pembelajaran; (2) meningkatkan mutu Pembelajaran sesuai dengan kemajuan dan perkembangan pengeahuan dan teknologi; (3) menyesuikan proses dan hasil Pembelajaran dengan berbagai tuntutan, aspirasi dan kebutuhan anak didik sebagai tujuan Pembelajaran sebagai akibat dinamika kehidupan yang selalu berubah, dan (4) meningkatkan efisiensi dan efektivitas manajemen Pembelajaran untuk menunjang tiga kegiatan pertama.
Berdasarkan hal tersebut perencanaan program Pembelajaran harus disesuaikan dengan konsep pendidikan dan Pembelajaran yang dianut dalam kurikulum sehingga pelaksanaan pembelajaran bisa berjalan dengan efektif dan efisien.
D. Kompenen-komponen Perencanaan Pembelajaran
Secara garis besar komponen-komponen perencanaan Pembelajaran itu ada dua, yaitu komponen pokok dan komponen penunjang. Masing-masing komponen (pokok dan penunjang) meliputi :
1. Komponen Pokok
a. Topik/pokok bahasan/unit (mungkin lebih rinci lagi berupa indikator)
b. Entry behavior/situasi awal atau pengenalan karakteristik/kemampuan bawaan peserta didik (termasuk guru dan kondisi situasi sekolah) atau biasa disebut analisis situasi. Komponen ini merupakan pijakan untuk menentukan kegiatan Pembelajaran/belajar.
c. Tujuan Pembelajaran, baik tujuan umum yang diambil GBPP setiap mata pelajaran, maupun tujuan khusus yang dirumuskan sendiri oleh guru dalam rangka menjabarkan tujuan umum.
d. Perumusan alat evaluasi/penilaian, yang menyangkut prosedur ; pre test dan post test, jenis evaluasi, tulis atau lisan, dan bentuk evaluasi; obyektif atau essay, test tindakan, sikap atau kemampuan kognitif.
e. Penentuan materi/isi Pembelajaran yang diharapkan untuk dikuasai peserta didik dan untuk mencapai rumusan tujuan Pembelajaran yang telah ditentukan.
f. Merancang bentuk kegiatan Pembelajaran. Apa yang harus diperbuat oleh peserta didik dan kapan mereka harus terlibat aktif dalam Pembelajaran. Kemudian, apa pula yang harus diperankan guru, kapan guru harus tidak terlibat aktifdalam kegiatan Pembelajaran. (guru seyogyanya tidak banyak mendominasi kegiatan Pembelajaran, sehingga memungkinkan siswa terlibat aktif)
g. Sumber Pembelajaran/belajar (bahan atau referensi). Sumber Pembelajaran/belajar (instruktion / learning resources) adalah apa yang ada diluar individu dan memingkinkan mempermudah serta mendukung terjadinya events atau proses Pembelajaran/belajar.
h. Subyek ajar, maksudnya adalah pelaku atau pelaksana kegiatan Pembelajaran itu sendiri yaitu guru dan peserta didik
i. Metode Pembelajaran
2. Komponen Penunjang
Yaitu komponen Pembelajaran keberadaannya dapat membantu kelancaran, mempermudah pelaksanaan Pembelajaran seperti; pengaturan jadwa;/waktu pertemuan, tempat Pembelajaran, alat ataupun fasilitas-fasilitas Pembelajaran yang akan menambah kelengkapan/kesempurnaan kegiatan Pembelajaran, juga prosedur atau pengaturan proses kegiatan yang baik, dan sebagainya.
E. Desain Pembelajaran Berbasis Kompetensi
Pendidikan berbasis kompetensi menitikberatkan pada pengembangan kemampuan untuk melakukan (kompetensi) tugas-tugas tertentu sesuai dengan standar performansi yang telah ditetapkan. “Compentency Based Education is geared toward preparing individuals to perfoms identified competency” (Schrag 1987, h 22).
Rumusan ini menunjukkan bahwa pendidikan mengacu pada upaya penyiapan individu agar mampu melakukan perangkat kompetensi yang diperlukan. Suatu program pendidikan berbasis kompetensi harus mengandung empat unsur pokok, yaitu
1). Pemilihan kompetensi yang sesuai
2). Spesifikasi Indikator-indikator evaluasi untuk menentukan keberhasilan pencapaian kompetensi
3). Pengembangan sistem Pembelajaran
4). Penilaian.
Kegiatan pembelajaran diarahkan untuk memberdayakan semua potensi peserta didik untuk mencapai kompetensi yang diharapkan. Kegiatan pembelajaran mengembangkan kemampuan untuk mengetahui, memahami, melakukan sesuatu, hidup dalam kebersamaan dan mengaktualisasikan diri. Dengan demikian, kegiatan perlu : 1) berpusat pada peserta didik; 2) mengembangkan kreatifitas peserta didik; 3) menciptakan kondisi yang menyenangkan dan menantang; 4) bermuatan, nilai, etika, estetika, logika, dan kinestetika, dan 5) menyediakan pengalaman belajar yang beragam (Puskur, 2004:13).
Dalam kerangka ini, pengembangan program dilakukan berdasarkan pendekatan kompetensi. Penggunaan pendekatan ini memungkinkan desain program dapat dilaksanakan secara efektif, efisien, dan tepat. Hasil-hasil pembelajaran di nilai dan dijadikan umpan balik untuk mengadakan perubahan terhadap tujuan pembelajaran dan prosedur pembelajaran yang akan dilaksanakan sebelumnya. Langkah-langkah pengembangan pembelajaran tersebut sebagaimana dikemukan oleh Stanley Elam (1971) dan Oemar Hamalik (2002:92) sebagai berikut :
Langkah ke – 1
Spesifikasi asumsi-asumsi atau preposisi-preposisi yang mendasar.
Program pembelajaran harus didasarkan pada asumsi yang jelas. Makna belajar ditekankan pada proses siswa mengalami sendiri apa yang dipelajarinya dengan lingkungan pembelajaran secara alamiah. Pembelajaran berorientasi pada target penguasaan materi. Dalam langkah pertama ini ditekankan pada penguasaan teori-teori pengembangan kurikulum sebagai landasan penyusunan program yang betul-betul aktual.
Langkah ke – 2
Mengidentifikasi kompetensi
Dalam penyusunan rencana pembelajaran perlu memperhatikan kompetensi dasar yang akan diajarkan, terutama keluasan dan kedlaman cakupan kemampuan dasar. Kompetensi yang luas perlu diajarkan lebih dari satu kali pembelajaran demikian halnya kompetensi tidak terlalu rumit dapat dijabarkan kedalam satu pembelajaran.
Kompetensi-kompetensi harus dijabarkan secara khusus dan telah divalidasi serta dites sejauh mana konstribusinya terhadap keberhasilan dan efektifitas belajar mengajar. Dalam mengidentifikasi kompetensi dapat digunakan beberapa metode pendekatan, diantaranya :
a. Pendekatan analisis tugas ( task analysis) untuk menentukan daftar kompetensi. Berdasarkan analisis tugas guru dapat menentukan kompetensi-kompetensi yang diperlukan, sehingga dapat diketahui pencapaian kompetensi yang telah ditetapkan..kompetensi dasar berfungsi untuk mengarahkan pencapaian target yang harus dicapai.
b. Pendekatan the needs of school learners (memusatkan perhatian pada kebutuhan-kebutuhan siswa disekolah) langkah pertama dalam pendekatan ini adalah bertitik tolak dari ambisi, nilai-nilai dan pandangan para siswa.yang menjadi dasar mengidentifikasi kompetensi.
c. Pendekatan berdasarkan asumsi kebutuhan masyarakat.
Hal senada diungkapkan Ashan (Mulyasa, 2004), analisis kompetensi dilakukan melalui proses :
1. Analisis tugas. Dimaksudkan untuk mendeskripsikan tugas-tugas yang harus dilakukan kedalam indikator-indikator kompetensi. Berdasarkan analisis tugas yang harus dipelajari siswa, dikembangkan berbagai jenis pengetahuan yang menuntut dicantumkan kompetensi-kompetensi yang diperlukannya. (daftar kompetensi)
2. Pola analisis. Dimaksudkan untuk mengembangkan keterampilan baru yang belum ada. Pola analisis dilakukan dengan menganalisis setiap pekerjaan yang ada di masyarakat dengan keterampilan yang dimiliki siswa, sehingga keterampilan tersebut dapat efektif dan efisien dalam mencapai tujuan.
3. Research. Dimaksudkan untuk mengembangkan sejumlah kompetensi berdasarkan hasil penelitian dan diskusi yang melibatkan berbagai ahli yang memahami kondisi kekinian dan masa depan.
4. Expert judgement. Atau pertimbangan ahli untuk menganalisis kompetensi berdasarkan analisis Delphi.
5. Individual group interview data. Analisis kompetensi berdasarkan wawancara secara individu maupun kelompok untuk mendapatkan informasi tentang kegiatan, tugas-tugas yang telah dilakukan secara individu maupun kelompok.
6. Role play. Dimaksudkan untuk melakukan analisis kompetensi berdasarkan pengamatan dan penilaian untuk mengidentifikasi yang dimiliki siswa untuk dikembangkan.
Langkah ke-3
Menggambarkan secara spesifik kompetensi-kompetensi
Kompetensi yang telah ditetapkan, diperkhusus dan dirumuskan menjadi eksplisit dan dapat diamati, sehingga dapat dipertimbangkan masalah konteks pelaksanaannya, hambatan-hambatan program, waktu pelaksanaan dan parameter sumbernya.
Langkah ke-4
Menentukan tingkat kriteria dan jenis assessment
Menentukan jenis-jenis penilaian yang akan digunakan dimaksudkan untuk mengukur ketercapaian kompetensi, ini sangat membantu dalam pengembangan program pembelajaran. Penilaian ini mengandung unsur kompetensi yang telah dikuasai, tingkat kesulitan variabel kompetensi, suasana respon siswa.
Langkah ke-5
Pengelompokan dan penyusunan tujuan pembelajaran
Pada langkah ini dilakukan penyusunan sesuai dengan urutan maksud-maksud instruksional. Dalam melaksanakan hal tersebut diatas, perlu dipertimbangkan pengaturan sebagai berikut:
a. Struktur isi yang dimuat dari pengertian yang sederhana sampai dengan prinsip-prinsip yang kompleks.
b. Lokasi dan fasilitas yang diperlukan untuk melaksanakan macam-macam kegiatan.terutama bertalian pemanfaatan media pembelajaran atau pun komponen-komponen lain yang disesuaikan pencapaian kompetensi yang telah ditetapkan.
Langkah ke-6
Sabtu, 23 Januari 2010
PENGELOLAAN HASIL PRODUKSI
1. Pengertian Produksi, Produk dan Jasa
Produksi dapat diartikan secara sempit maupun secara luas. Dalam arti sempit, produksi merupakan usaha manusia yang mengolah atau mengubah sumber-sumber ekonomi (bahan-bahan) menjadi produk baru. Sedangkan dalam arti luas, produksi adalah setiap kegiatan yang ditujukan untuk menciptakan atau menambah nilai guna (manfaat) suatu barang/jasa yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan.
Jadi, inti dari kegiatan produksi adalah menambah atau menciptakan nilai guna atau manfaat dari suatu barang/jasa. Manfaat (utility) yang diciptakan terdiri dari manfaat bentuk, manfaat tempat maupun manfaat waktu. Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh berikut:
a) Manfaat bentuk (form utility)
Seorang wirausahawan membuka usaha pengolahan limbah plastik menjadi berbagai pot bunga plastik, mengolah sampah rumah tangga menjadi makanan ternak, mengolah singkong menjadi kripik, dan sebagainya.
b) Manfaat tempat (place utility)
Seorang wirausahawan membuka usaha penjualan batu-batu kali di daerah perkotaan, yang diambil dari sungai/kali di desa atau seorang petani membawa hasil kebun kelapanya untuk dijual ke pasar di kota.
c) Manfaat waktu (time utility)
Seorang wirausahawan melakukan kegiatan menyimpan sebagian padi hasil panennya untuk dijual atau dimanfaatkan pada musim paceklik, seseorang yang membuka usaha pembuatan jas hujan untuk dijual menjelang atau pada saat musim hujan.
Setiap kegiatan produksi menghasilkan output/produk berupa barang atau jasa. Jadi, produk adalah hasil yang diperoleh dari kegiatan produksi. Namun, pengertian produk sebagai hasil produksi sering kali diartikan sebagai barang, atau seringkali barang yang merupakan produk dari kegiatan produksi disebut dengan produk. Oleh karena itu agar tidak rancu, maka yang dimaksud dengan “produk” dalam materi ini adalah barang, sebagaimana halnya jasa yang merupakan hasil dari kegiatan produksi.
Produk/barang adalah hasil dari kegiatan produksi yang mempunyai sifat-sifat fisik dan kimia, serta ada jangka waktu antara saat diproduksi dengan saat produk tersebut dikonsumsi atau digunakan. Sedangkan, jasa adalah hasil dari kegiatan produksi yang tidak mempunyai sifat-sifat baik fisik maupun kimia serta tidak ada jarak waktu antara saat diproduksi dengan saat dikonsumsi.
Dari pengertian produk dan jasa tersebut, tentunya Anda dapat membedakan secara jelas antara produk dan jasa. Selain itu ada pula istilah lain yang selalu terkait dengan kegiatan produksi, yaitu produktivitas dan produsen.
Produktivitas adalah nilai output dalam hubungannya dengan kesatuan input tertentu, serta umumnya dinyatakan sebagai imbangan daripada hasil kerja rata-rata dalam hubungannya dengan jam orang rata-rata dari tenaga kerja yang diberikan dalam proses tersebut. Sedangkan yang dimaksud Produsen adalah orang, badan atau lembaga yang menghasilkan produk atau yang menyelenggarakan proses produksi. Proses produksi menunjukkan cara/metode ataupun teknik bagaimana menciptakan atau menambah faedah atau guna barang/jasa dengan mempergunakan sumber-sumber ekonomi (faktor-faktor produksi).
2. Perencanaan Produk dan Perencanaan Produksi
Sebelum seorang pengusaha melakukan kegiatan atau proses produksi, terlebih dahulu harus membuat rencana produk dan rencana produksinya, terkait dengan persoalan mendasar yang harus dijawab, yaitu “What” atau barang apa yang akan dihasilkan serta “How” atau bagaimana cara memproduksinya dan berapa banyak yang akan dihasilkan.
Perencanaan produk bersifat lebih luas dari perencanaan produksi, karena perencanaan produk menunjukkan kebijakan perusahaan yang bersifat jangka panjang dan umum, sedangkan perencanaan produksi bersifat taktis dan jangka pendek. Perbedaan antara perencanaan produk dan perencanaan produksi lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Perbedaan Perencanaan Produk dan Perencanaan Produksi
No | Aspek | Perencanaan Produk | Perencanaan Produksi |
1 | Sasaran | Rencana tentang apa (What) dan berapa banyak (How much) yang dapat diproduksi perusahaan | Rencana tentang apa dan berapa banyak yang akan diproduksi perusahaan untuk waktu/proses produksi tertentu |
2 | W a k t u | Jangka waktu penggunaan bersifat jangka panjang | Jangka waktu biasanya untuk satu tahun berjalan, dan biasanya ada perubahan pada tiap bulan |
3 | Manfaat | Berguna untuk menyusun layout pabrik, lingkungan kerja serta perekrutan tenaga kerja | Berguna antara lain untuk menyusun schedule produksi, menghitung kebutuhan bahan dan bahan penolong, upah tenaga kerja. |
Perencanaan produk dan perencanaan produksi tidak sama antara perusahaan yang baru dengan perusahaan yang telah ada dan memiliki pengalaman. Perusahaan/wirausaha baru, yaitu perusahaan/wirausaha yang baru pertama kali melakukan proses produksi dan belum memiliki pengalaman mengenai produk/jasa yang dihasilkannya.
3. Aspek-aspek Perencanaan Produk
Aspek perencanaan produk dan produksi terkait dengan dua pertanyaan mendasar, yaitu “what” dan “how”. Oleh karena itu, ada tiga aspek dari perencanaan produk, yaitu:
1. Aspek produk apa yang akan dibuat (what).
Aspek ini menuntut perusahaan atau wirausaha untuk dapat memilih salah satu dari dua cara:
a) Market-pull, yaitu memproduksi dan menjual produk atas dasar pertimbangan membuat apa yang dapat dijual”. Jenis produk yang akan dihasilkan ditentukan berdasarkan permintaan pasar. Dengan kata lain cara ini dilandasi filosofi untuk “memenuhi kebutuhan masyarakat”.
Contoh:
Perusahaan A melakukan riset pasar untuk mengetahui produk yang saat ini dan beberapa waktu kedepan banyak diminta masyarakat. Produk X ternyata banyak diminta konsumen dan belum ada perusahaan yang dapat memenuhi seluruh permintaan pasar, oleh karena itu perusahaan A memutuskan untuk memproduksi produk X tersebut, walaupun perusahaan terpaksa harus menyesuaikan teknologi yang dimiliki dan dikuasainya dengan produk X yang akan dihasilkannya tersebut.
b) Technology-push, yaitu memproduksi dan menjual produk atas dasar pertimbangan “menjual apa yang dapat dibuat”. Jenis produk yang akan dihasilkan ditentukan berdasarkan teknologi yang dimiliki dan dikuasai perusahaan. Dengan perkataan lain, cara ini dilandasi filosofi untuk “menciptakan kebutuhan masyarakat”.
Contoh: Perusahaan X dengan sumber dayanya menguasai teknologi produksi pengolahan limbah plastik menjadi berbagai pot bunga plastik. Oleh karena itu, perusahaan ini akan memproduksi berbagai macam pot bunga plastik, tanpa mempertimbangkan bagaimana permintaan pasar terhadap produk tersebut.
2. Aspek volume produk (How)
Aspek ini adalah aspek yang berhubungan dengan jumlah produk yang akan dihasilkan/diproduksi. Umumnya dikenal dua cara atau teknik untuk menentukan jumlah produk yang akan diproduksi, yaitu:
a) Teknik nonstatistika atau teknik pertimbangan. Yaitu penentuan volume atau jumlah produk yang harus dibuat dan dijual yang didasarkan atas pendapat/pertimbangan seseorang atau sekelompok orang, baik dari manajemen perusahaan maupun dari luar perusahaan. Teknik yang banyak digunakan antara lain:
1) Pertimbangan tenaga penjual.
Tenaga penjual merupakan pihak yang paling mengetahui bagaimana kondisi pasar dan permintaan konsumen. Oleh karena itu, tenaga penjual dapat menjadi salah satu sumber informasi yang tepat dalam menentukan volume produksi. Misalnya, si A adalah tenaga penjual dari produk suatu perusahaan menginformasikan bahwa saat ini dan untuk beberapa waktu ke depan permintaan konsumen akan produk tersebut masih tetap banyak dan bahkan akan meningkat, hal ini dikarenakan tidak adanya perusahaan pesaing yang mampu memenuhi permintaan pasar. Oleh karena itu, atas dasar informasi ini perusahaan akan memproduksi setidaknya sama dengan jumlah produksi yang lalu atau dapat menambah jumlah produksi.
2) Pertimbangan eksekutif
Pihak eksekutif dalam hal ini adalah pihak manajemen perusahaan. Pihak eksekutif adalah wirausaha yang berwawasan luas, termasuk tentang kondisi pasar atau permintaan masyarakat. Oleh karena itu, pertimbangan dari pihak manajemen dalam menentukan volume produksi patut untuk dipertimbangkan. Hal ini tidak jauh berbeda dari pertimbangan tenaga penjual, dengan wawasan yang dimilikinya pihak eksekutif membuat perkiraan jumlah produk yang akan dihasilkan.
3) Pertimbangan ekspert.
Ekspert merupakan pihak yang memang memiliki tugas meramal volume penjualan, sehingga dari hasil ekspertnya tersebut dapat ditentukan berapa volume produksi yang tepat. Ekspert merupakan pihak yang memang diserahi tugas untuk membuat peramalan mengenai jumlah produk yang akan diproduksi. Oleh karena itu pihak ekspert akan melakukan berbagai hal yang ada kaitannya dengan usahanya untuk memprediksi produksi, misalnya melakukan survey ke konsumen atau pasar, mencatat fluktuasi penjualan dan sebagainya. Data-data yang diperoleh kemudian dianalisis dan selanjutnya dijadikan pedoman untuk menentukan jumlah produksi. b) Teknik statistika atau teknik analisis kuantitatif. Yaitu penentuan volume produksi berdasarkan atas analisis kuantitatif terhadap data-data masa lalu dan proyeksi masa yang akan datang dengan menggunakan rumus-rumus statistika tertentu. Teknik ini biasanya membutuhkan data-data kuantitatif mengenai produksi dan penjualan sebelumnya untuk dapat menentukan atau membuat peramalan bagi produksi dan penjualan yang akan datang.
3. Aspek kombinasi produk.
Merupakan aspek yang berhubungan dengan masalah jumlah jenis produk yang akan diproduksi, yaitu perusahaan akan memproduksi dan menjual lebih dari satu jenis produk (misalnya produk X dan Y). Karena sumberdaya yang dimiliki perusahaan terbatas, maka harus ditentukan kombinasi produksi yang tepat, berapa jumlah X yang diproduksi dan berapa jumlah Y yang akan diproduksi. Untuk menjawab kombinasi yang tepat tersebut biasanya menggunakan teknik linier programming. Contoh: Misalnya Perusahaan “Dunia Akhirat” akan memproduksi antara dua macam barang yang menggunakan sumber/faktor produksi yang sama baik bahan baku maupun tenaga kerja, yaitu sepatu anak (A) dengan sepatu dewasa (D). Memproduksi satu unit sepatu anak tentu memerlukan bahan baku dan tenaga kerja yang lebih sedikit dibanding dengan sepatu dewasa. Masing-masing sepatu memberi keuntungan yang berbeda, sepatu anak (A) memberi keuntungan sebesar Rp 12.000’,- per unit , sedangkan sepatu dewasa memberi keuntungan sebesar Rp 10.000,- per unit. Bahan baku utama yang digunakan terdiri dari Kulit (K), benang (B), lem (L), dengan rincian penggunaan sebagai berikut:
FAKTOR PRODUKSI (INPUT) | KEBUTUHAN AKAN INPUT PER UNIT PRODUK | INPUT YANG TERSEDIA | |
A | D | ||
K | 2 | 2 | 100 |
B | 1 | 2 | 70 |
L | 0,5 | 1 | 40 |
Dari data di atas maka:
(a) Dengan persediaan dan penggunaan input seperti di atas maka bagaimanakah kombinasi produksi antara produk A dan D ?
(b) Berapa keuntungan optimal yang akan diperoleh perusahaan “Dunia Akhirat” apabila memproduksi dengan kombinasi tersebut ?
Jawab:
§ Misalnya, perusahaan akan memproduksi A sebanyak X buah dan D sebanyak Y buah, maka laba yang diperoleh adalah:
Laba = 12.000 X + 10.000 Y
§ Penggunaan bahan baku K : 2A + 2D ? 100 (persamaan 1)
§ Penggunaan bahan baku B : 1A + 2D ? 70 (persamaan 2)
§ Penggunaan bahan baku L : 0,5 A + 1D ? 40 (persamaan 3)
a) Maka dari persamaan 1 dan 2, diperoleh:
2A + 2D = 100
1A + 2D = 70 (-)
A = 30
Untuk menentukan berapa D:
1A + 2D = 70
1 (30) + 2D = 70
2D = 70 – 30
D = 20
Dengan demikian kombinasi produksinya adalah 30 unit produk A (sepatu anak) dan 20 unit produk D (sepatu dewasa).
b) Keuntungan optimal yang diperoleh dengan kombinasi produksi di atas adalah:
(30 X Rp 12.000) + (20 X Rp 10.000) = Rp 560.000,-.
4. Proses Perencanaan Produksi.
a. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan produksi
Sebelum menetapkan langkah-langkah perencanaan produksi, setiap perusahaan dalam hal ini manajer produksi selayaknya mempertimbangkan hal-hal yang berkenaan dengan perencanaan produksi, yaitu antara lain:
1) Jumlah kebutuhan produksi per produk selama periode tertentu.
2) Kebijakan persediaan terhadap jumlah persedian bahan baku/penolong, bahan setengah jadi dan barang jadi.
3) Kebijakan kapasitas mesin atau kapasitas poduksi.
4) Tersedianya fasilitas produksi, seandainya terjadi penambahan atau pengurangan kapasitas produksi.
5) Tersedianya bahan baku dan bahan penolong serta tenaga kerja.
6) Jumlah produksi atau lot produksi yang ekonomis
7) Jadwal produksi dalam satu periode anggaran tertentu.
8) Skala produksi dan karakteristik proses produksi.
9) Dan lain-lain, termasuk dampak dari lamanya proses produksi.
b. Langkah-langkah perencanaan produksi.
Setiap wirausaha atau manajer produksi suatu perusahaan melakukan langkah – langkah perencanaan produksi sebagai berikut:
1. Penelitian dan Pengembangan Produk Bagi perusahaan/wirausaha penelitian produk yang dilakukan dibedakan atas penelitian terhadap proses produksi maupun pada produk yang dihasilkan.
a) Penelitian proses produksi
Penelitian proses produksi dimaksudkan untuk perbaikan terhadap proses produksi yang sedang berjalan baik produk yang sedang berjalan maupun untuk terciptanya produk baru tertentu.
Contoh:
Terhadap proses produksi produk dodol, dimaksudkan agar dodol yang dihasilkan memenuhi standar produk yang telah ditetapkan atau dapat menciptakan produk lain selain dodol dengan menggunakan bahan
yang hampir sama dengan dodol.
b) Penelitian Produk.
Penelitian produk ditujukan untuk perubahan/perbaikan produk yang sudah ada disesuaikan dengan selera konsumen.
Contoh:
Penelitian terhadap produk dodol yang sudah ada. Misalnya dari segi rasa dodol tersebut akan divariasikan dengan buah-buahan tertentu (misalnya dodol rasa starwberry, rasa nangka dan sebagainya), mengubah ukurannya, kemasannya, dan sebagainya sesuai dengan selera atau permintaan konsumen.
2. Mencari gagasan dan seleksi produk. Dari penelitian yang dilakukan baik terhadap proses produksi maupun terhadap produk, maka langkah selanjutnya adalah pelaksanaan dari penelitian dan pengembangan tersebut, yaitu dengan tahapan :
a) Mencari gagasan, yaitu tahapan dalam mencari gagasan-gagaan dalam rangka pengembangan produk. Gagasan ini dapat berasal dari pasar/konsumen, teknologi yang ada atau digunakan dan dari pihak ketiga atau biasanya pihak ahli.
1) Potensi pasar.
Pengembangan suatu gagasan mengenai produk harus ditentukan pula oleh potensi pasar dari produk tersebut. Oleh karena bila potensi pasarnya belum jelas maka pengembangan produk tersebut perlu dipertimbangkan kembali sampai potensi pasarnya jelas atau menguntungkan perusahaan. Untuk kepentingan pengembangan produk tersebut, maka harus diperhatikan beberapa faktor, antara lain:
(a) Persaingan. Apakah perusahaan pesaing juga telah melakukan pengembangan produknya ? Kalau ya, bagaimana bentuk pengembangan produknya ?
(b) Persediaan bahan, baik bahan baku maupun bahan penolong. Apakah bahan baku dan bahan penolong tersedia dalam jumlah yang cukup untuk jangka panjang atau justru sebaliknya ?
(c) Kualitas produksi yang diinginkan. Apakah perusahaan akanmempertahankan kualitas produk ataukah akan ada perbaikan kualitas ?
(d) Resiko teknik. Apakah dengan pengembangan produk yang direncanakan berakibat pada proses secara teknis, misalnya perlunya mesin atau peralatan yang baru atau tenaga ahli yang baru ?
(e) Volume penjualan yang diharapkan. Apakah dengan pengembangan produk dapat meningkatkan volume penjualan atau apakah perusahaan sudah puas dengan volume penjualan yang telah dicapai ?
(f) Strategi perusahaan. Apakah perusahaan telah siap dengan strategi tertentu dalam upaya pengembagan produk dan mempromosikannya, dalam bentuk yang bagaimana ?
Faktor-faktor di atas harus mendapat perhatian dari pihak perusahaan (pengusaha/wirausaha), agar rencana pengembangan produk benar-benar mendatangkan keuntungan sesuai dengan diharapkan, bukan sebaliknya yang justru berakibat perusahaan mengalami kerugian.
Dengan demikian, pengembangan produk harus dilakukan dengan pertimbangan dan perhitungan rasional – ekonomis (motif ekonomis), bukan hanya sekedar didorong oleh keinginan agar dianggap sebagai perusahaan yang maju atau karena faktor prestise motif psikologis)
2) Desain Produk pendahuluan.
Sebelum ditetapkan desain produk/jasa yang akan dikembangkan, maka ada beberapa hal yang harus dilakukan perusahaan/wirausaha yaitu:
Penentuan bentuk serta fungsi produk baru yang akan diproduksi, Pemilihan bahan yang akan digunakan dengan mempertimbangkan:
(a) Kebutuhan jenis (spesifikasi) produk atau bagian dari produk
(b) Harga dari bahan yang akan digunakan
(c) Biaya pemrosesan bahan atau biaya proses produksi.
Kesempatan diversifikasi. Yaitu peluang untuk menambah atau memperbanyak jenis produk yang akan dihasilkan. Misalnya:
· Dari hanya menghasilkan produk jasa angkutan, ditambah dengan produk jasa cuci mobil/motor.
· Dari hanya menghasilkan mesin pemotong rumput, ditambah dengan menghasilkan pula mesin penggiling rumput untuk makanan ternak. Dan sebagainya.
Bila telah diputuskan produk mana yang akan dikembangkan atau dihasilkan, maka tahap berikutnya adalah membuat desain produk pendahuluan, yaitu desain dari produk-produk yang terpilih untuk dikembangkan atau diproduksi. Desain produk pendahuluan yang kemudian dikembangkan ke dalam prototypenya diperlukan agar
sebelum produk tersebut diproduksi, selain benar-benar sudah memenuhi standar yang ditetapkan (baik standar bahan maupun standar kualitas), juga harus sesuai dengan permintaan pasar/konsumen.
Ada tiga faktor yang harus dicantumkan dalam desain produk pendahuluan ini, yaitu:
1) frekuensi kerusakan komponen (reabilitas),
2) kemudahan untuk pemeliharaan dan perbaikan (maintainability),
3) umur produk.
3) Pengujian, yaitu dimaksudkan untuk menguji apakah produk layak dikembangkan atau tidak, baik dilihat dari potensi pasar atau konsumen maupun secara teknik dari produk tersebut.
4) Desain akhir.
Apabila hasil pengujian produk tersebut layak untuk dikembangkan, maka dibuatlah isain akhir. Bila dari pengujian ada perbaikan-perbaikan, makasebelum diproduksi, perlu dibuat prototype baru untuk diuji kembali sampai produk tersebut lolos uji secara teknik maupun potensi pasar.
1. Menetapkan skala produksi.
Apabila telah ditetapkan jenis produk yang akan dihasilkan, maka langkah selanjutnya adalah menetapkan skala produksi, yaitu meliputi:
a) Penetapan waktu, yaitu kapan kegiatan proses produksi akan dilakukan
b) Penetapan kuantitas produk, yaitu berupa jumlah (volume) produk yang akan dihasilkan.
c) Menghitung keperluan biaya, yaitu berapa besar jumlah biaya yangdibutu hkan
d) Penetapan jumlah tenaga kerja yang diperkerjakan.
e) Penetapan peralatan apa saja yang akan digunakan.
f) Penetapan persediaan bahan baku yang optimal yang sesuai dengan kebutuhan.
1) Tahap-tahap penetapan skala produksi
Ada beberapa tahapan yang harus dilakukan dalam menetapkan skala produksi, yaitu:
a) Routing, yaitu tahap menetapkan dan menentukan urutan-urutan proses produksi dari hahan baku sampai menjadi barang jadi, termasuk di dalam tahap ini adalah penyusunan alat-alat/fasilitas yang diperlukan dalam proses produksi.
b) Scheduling, yaitu tahap menetapkan dan menentukan jadwal kegiatan operasi proses produksi, sebagai satu kesatuan dari keseluruhan kegiatan produksi.
c) Dispaching, yaitu tahap menetapkan dan menentukan proses pemberian perintah untuk mulai melakukan kegiatan proses produksi sesuai dengan routing dan scheduling. d) Follow – up, yaitu tahap menetapkan dan menentukan berbagai kegiatan agar tidak terjadi penundaan dan mengkoordinasi seluruh perencanaan kegiatan proses produksi.
2) Prinsip-prinsip yang harus dipertimbangkan dalam menetapkan skala produksi :
Dalam menetapkan skala produksi, seorang wirausaha atau manajer produksi harus memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:
a) Skala produksi harus sesuai dengan tujuan perusahaan atau tujuan usaha, artinya jangan sampai tujuan perusahaan harus diubah disesuaikan dengan skala produksi yang terlanjur telah ditetapkan.
b) Memperhatikan prinsip praktis dan kesederhanaan, artinya skala produksi harus mudah dilaksanakan oleh siapa pun dan bersifat sederhana.
c) Skala usaha bermanfaat dalam memberikan analisis dan klasifikasi mengenai kegiatan proses produksi.
3) Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam skala produksi.
Dalam menetapkan skala produksi, perusahaan harus mempertimbangkan faktor-faktor berikut:
1. Sifat proses produksi
Telah diuraikan sebelumnya mengenai perencanaan produksi. Apabila berbicara mengenai perencanaan produksi, maka sekaligus juga membicarakan masalah pemilihan proses produksi, yaitu pemilihan proses produksi antara proses produksi atas dasar pesanan (job order) dan produksi massal (mass production).
a) Produksi atas dasar pesanan (job order)
Jika perusahaan menggunakan proses produksi atas dasar pesanan, maka baik spesifikasi (jenis) maupun jumlah (kuantitas) produkdidasarkan atas pesanan yang masuk sesuai dengan permintaan pihak pemesan. Produksi atas dasar pesanan memiliki ciri utama:
1) Produk tidak dijual secara bebas di pasar (given market) Produk hanya diproduksi dalam jumlah terbatas atau sejumlah pesanan, sehingga tidak dijual secara bebas di pasar-pasar.
2) Perusahaan tidak perlu mengadakan persediaan (zero inventory) Karena memproduksi sebanyak yang dipesan, maka jumlah produksi selalu habis terjual. Oleh karena itu, perusahaan tidak perlu memiliki persediaan, perusahaan baru akan memproduksi bila ada pesanan dari pelanggan/konsumen.
b) Produksi massa (mass production)
Jika perusahaan menggunakan proses produksi massa, maka baik jenis maupun jumlah produksi tidak didasarkan atas pesanan, melainkan atas apa yang diputuskan perusahaan. Biasanya didasarkan atas pertimbangan volume produksi dan volume penjualan sebelumnya atau atas dasar pertimbangan pihak-pihak tertentu (misalnya tenaga penjual, manajemen perusahaan, ekspert atau pihak lainnya).
Produksi massa memiliki ciri utama:
1) Produk dihasilkan dalam jumlah besar (produksi besar-besaran)
2) Tujuan produksi adalah untuk menguasai pasar
3) Produk dijual di pasar bebas (free market)
4) Variasi produk kecil.
5) Harus ada persediaan untuk memenuhi permintaan pada masa tunggu (lead time)
Keputusan untuk memilih apakah perusahaan akan melakukan proses produksi pesanan atau produksi massa, sangat tergantung pada kemungkinan keuntungan yang akan diraih perusahaan, khususnya dilihat dari penguasaan pasar. Untuk memilih proses produksi massa, makaperusahaan terlebih dahulu perlu melakukan analisis pasar tentang situasi dan kondisi pasar khususnya untuk melihat pesaing. Hal ini diperlukan
untuk menyusun peramalan penjualan, yaitu perkiraan tentang penjualan barang hasil produksi pada masa yang akan datang.
Perusahaan dapat memilih salah satu atau kombinasi dari kedua proses produksi tersebut, yaitu disamping menjalankan proses produksi massa pada suatu lini produk tertentu perusahaan juga menerima pesanan khusus (job order) untuk lini produk lainnya, khususnya bagi perusahaan yang telah lama berkiprah atau telah memiliki pengalaman produksi dan penjualan. Sedangkan, bagi perusahaan yang baru atau
wirausaha baru melakukan produksi atas dasar pesanan masih sulit dilakukan karena belum dikenal.
Contoh:
Perusahaan memproduksi secara massa kemeja pria dewasa dengan ukuran umum S, M, dan L. Namun, perusahaan juga memproduksi kemeja atas dasar pesanan, misalnya kemeja dengan desain khusus sesuai permintaan konsumen, kemeja dengan ukuran extra, dan sebagainya.
2. Jenis dan mutu produk yang akan diproduksi
Perusahaan perlu mempertimbangkan jenis dan mutu produk yang akan diproduksi, yaitu:
(a) Sifat produk, apakah termasuk barang habis pakai (undurable goods) atau apakah barang tahan lama (durable goods).
(b) Kegunaan produk, apakah termasuk barang konsumsi (consumer’s goods) atau barang produksi (producer’s goods).
(c) Pembiayaan, apakah produk tersebut tergantung pada biaya satuan atau biaya total.
(d) Sifat permintaan, apakah produk tersebut diproduksi atas permintaan musiman atau rutin.
3. Pola/Kebijakan Produksi
Pola produksi menyangkut masalah mengenai pendistribusian produksi untuk masa produksi tertentu (biasanya satu tahun) ke dalam periode yang lebih kecil (misalnya tengah tahunan, triwulan atau bulanan).
Pola produksi diperlukan perusahaan yang sering kali mengalami fluktuasi penjualan produk yang berakibat berfluktuasinya persediaan awal dan persediaan akhir produk.
Ada tiga macam pola/kebijakan produksi yang dikenal, yaitu:
a) Pola produksi konstan.
Yaitu distribusi produk dari tahunan ke bulanan yang relatif sama besar (konstan) setiap bulannya. Dengan pola seperti ini, maka akan terdapat atau terjadi persediaan. Dengan adanya persediaan, maka kekurangan dan kelebihan penjualan akan diseimbangkan oleh kelebihan dan kekurangan persediaan yang dimiliki.
Contoh:
- Jumlah produksi setiap bulan sebanyak 1.500 unit.
- Misalnya, Bulan Juni terjual sebanyak 1.350 unit, berarti perusahaan memiliki persediaan sebanyak 150 unit.
- Bulan Juli perusahaan mampu menjual sebanyak 1.600 unit, padahal perusahaan hanya memproduksi sebanyak 1.500 unit. Kekurangan barang produksi ditutupi atau diseimbangkan dari persediaan bulan sebelumnya (150 unit), berarti perusahaan masih memiliki persediaan sebanyak 50 unit.
- Dan seterusnya, kekurangan atau kelebihan barang penjualan diseimbangkan oleh kelebihan atau kekurangan persediaan, kecuali untuk keadaan tertentu, misalnya saat terjadi permintaan besarbesaran.
b) Pola produksi bergelombang.
Yaitu distribusi produk tahunan ke bulanan, dengan jumlah produksi dari bulan ke bulan tidak sama besar tergantung pada besar kecilnya penjualan. Dengan pola produksi demikian, maka di samping jumlah produk yang diproduksi akan naik turun, juga berakibat pada kondisi persediaan relatif stabil. Bila penjualan naik maka produksi akan naik pula. Sedangkan, bila penjualan turun maka produksi akan turun pula.
Contoh:
- Misalnya jumlah produksi suatu perusahaan sebanyak 1.500 unit dengan persediaan sebanyak 100 unit.
- Bulan Juni diperkirakan penjualan sebanyak 1.800 unit, maka perusahaan akan memproduksi sebanyak 1.800 unit.
- Bulan Juli diperkirakan penjualan sebanyak 1.600 unit, maka perusahaan akan memproduksi sebanyak 1.600 unit.
- Dengan demikian, maka persediaan akan relatif stabil ? 100 unit.
c) Pola produksi moderat.
Yaitu distrubusi produk tahunan ke bulanan, dengan jumlah produksi dan persediaan yang berubah-ubah tergantung pada naik turunnya penjualan. Artinya, naik turunnya penjualan akan berakibat langsung pada naik turunnya baik produksi maupun persediaan.
Contoh:
- Misalnya, jumlah produksi suatu perusahaan sebanyak 1.500 unit dengan persediaan sebanyak 100 unit.
- Bulan Juni produksi sebanyak 1.600 unit dan penjualan sebanyak 1.400 unit, maka persediaan menjadi 300 unit. (1.600 + 100 – 1.400 = 300 unit)
- Bulan Juli produksi sebanyak 1.300 unit dan penjualan sebanyak 1.000 unit, maka persediaan menjadi 600 unit. (1.300 + 300 – 1.000 = 600 unit). - Dan seterusnya, seperti di atas. Jumlah produksi dan persediaan tidak stabil atau berfluktuasi seiring dengan fluktuasi penjualan.
Dari ketiga pola atau kebijakan produksi di atas, kebijakan atau pola produksi konstan memiliki keunggulan karena pola produksi konstan atau stabil ini memiliki 3 keuntungan, yaitu:
(a) Penggunaan fasilitas pabrik yang lebih baik:
- Mengurangi kapasitas yang diperlukan untuk musim ramai
- Menghindari kapasitas menganggur pada saat musim sepi
(b) Stabilitas tenaga kerja:
- Memperbaiki moral dan meningkatkan efisiensi tenaga kerja
- Mengurangi perputaran tenaga kerja
- Menarik tenaga kerja yang lebih terampil dan berpengalaman
- Mengurangi biaya latihan tenaga kerja baru
(c) Pembelian bahan baku yang lebih ekonomis sebagai akibat:
- Tersedianya bahan baku secara merata
- Diperolehnya potongan pembelian
- Kebutuhan modal yang merata
- Penyederhanaan masalah penyimpanan
- Mengurangi risiko persediaan.