1. Pengertian Produksi, Produk dan Jasa
Produksi dapat diartikan secara sempit maupun secara luas. Dalam arti sempit, produksi merupakan usaha manusia yang mengolah atau mengubah sumber-sumber ekonomi (bahan-bahan) menjadi produk baru. Sedangkan dalam arti luas, produksi adalah setiap kegiatan yang ditujukan untuk menciptakan atau menambah nilai guna (manfaat) suatu barang/jasa yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan.
Jadi, inti dari kegiatan produksi adalah menambah atau menciptakan nilai guna atau manfaat dari suatu barang/jasa. Manfaat (utility) yang diciptakan terdiri dari manfaat bentuk, manfaat tempat maupun manfaat waktu. Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh berikut:
a) Manfaat bentuk (form utility)
Seorang wirausahawan membuka usaha pengolahan limbah plastik menjadi berbagai pot bunga plastik, mengolah sampah rumah tangga menjadi makanan ternak, mengolah singkong menjadi kripik, dan sebagainya.
b) Manfaat tempat (place utility)
Seorang wirausahawan membuka usaha penjualan batu-batu kali di daerah perkotaan, yang diambil dari sungai/kali di desa atau seorang petani membawa hasil kebun kelapanya untuk dijual ke pasar di kota.
c) Manfaat waktu (time utility)
Seorang wirausahawan melakukan kegiatan menyimpan sebagian padi hasil panennya untuk dijual atau dimanfaatkan pada musim paceklik, seseorang yang membuka usaha pembuatan jas hujan untuk dijual menjelang atau pada saat musim hujan.
Setiap kegiatan produksi menghasilkan output/produk berupa barang atau jasa. Jadi, produk adalah hasil yang diperoleh dari kegiatan produksi. Namun, pengertian produk sebagai hasil produksi sering kali diartikan sebagai barang, atau seringkali barang yang merupakan produk dari kegiatan produksi disebut dengan produk. Oleh karena itu agar tidak rancu, maka yang dimaksud dengan “produk” dalam materi ini adalah barang, sebagaimana halnya jasa yang merupakan hasil dari kegiatan produksi.
Produk/barang adalah hasil dari kegiatan produksi yang mempunyai sifat-sifat fisik dan kimia, serta ada jangka waktu antara saat diproduksi dengan saat produk tersebut dikonsumsi atau digunakan. Sedangkan, jasa adalah hasil dari kegiatan produksi yang tidak mempunyai sifat-sifat baik fisik maupun kimia serta tidak ada jarak waktu antara saat diproduksi dengan saat dikonsumsi.
Dari pengertian produk dan jasa tersebut, tentunya Anda dapat membedakan secara jelas antara produk dan jasa. Selain itu ada pula istilah lain yang selalu terkait dengan kegiatan produksi, yaitu produktivitas dan produsen.
Produktivitas adalah nilai output dalam hubungannya dengan kesatuan input tertentu, serta umumnya dinyatakan sebagai imbangan daripada hasil kerja rata-rata dalam hubungannya dengan jam orang rata-rata dari tenaga kerja yang diberikan dalam proses tersebut. Sedangkan yang dimaksud Produsen adalah orang, badan atau lembaga yang menghasilkan produk atau yang menyelenggarakan proses produksi. Proses produksi menunjukkan cara/metode ataupun teknik bagaimana menciptakan atau menambah faedah atau guna barang/jasa dengan mempergunakan sumber-sumber ekonomi (faktor-faktor produksi).
2. Perencanaan Produk dan Perencanaan Produksi
Sebelum seorang pengusaha melakukan kegiatan atau proses produksi, terlebih dahulu harus membuat rencana produk dan rencana produksinya, terkait dengan persoalan mendasar yang harus dijawab, yaitu “What” atau barang apa yang akan dihasilkan serta “How” atau bagaimana cara memproduksinya dan berapa banyak yang akan dihasilkan.
Perencanaan produk bersifat lebih luas dari perencanaan produksi, karena perencanaan produk menunjukkan kebijakan perusahaan yang bersifat jangka panjang dan umum, sedangkan perencanaan produksi bersifat taktis dan jangka pendek. Perbedaan antara perencanaan produk dan perencanaan produksi lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Perbedaan Perencanaan Produk dan Perencanaan Produksi
No | Aspek | Perencanaan Produk | Perencanaan Produksi |
1 | Sasaran | Rencana tentang apa (What) dan berapa banyak (How much) yang dapat diproduksi perusahaan | Rencana tentang apa dan berapa banyak yang akan diproduksi perusahaan untuk waktu/proses produksi tertentu |
2 | W a k t u | Jangka waktu penggunaan bersifat jangka panjang | Jangka waktu biasanya untuk satu tahun berjalan, dan biasanya ada perubahan pada tiap bulan |
3 | Manfaat | Berguna untuk menyusun layout pabrik, lingkungan kerja serta perekrutan tenaga kerja | Berguna antara lain untuk menyusun schedule produksi, menghitung kebutuhan bahan dan bahan penolong, upah tenaga kerja. |
Perencanaan produk dan perencanaan produksi tidak sama antara perusahaan yang baru dengan perusahaan yang telah ada dan memiliki pengalaman. Perusahaan/wirausaha baru, yaitu perusahaan/wirausaha yang baru pertama kali melakukan proses produksi dan belum memiliki pengalaman mengenai produk/jasa yang dihasilkannya.
3. Aspek-aspek Perencanaan Produk
Aspek perencanaan produk dan produksi terkait dengan dua pertanyaan mendasar, yaitu “what” dan “how”. Oleh karena itu, ada tiga aspek dari perencanaan produk, yaitu:
1. Aspek produk apa yang akan dibuat (what).
Aspek ini menuntut perusahaan atau wirausaha untuk dapat memilih salah satu dari dua cara:
a) Market-pull, yaitu memproduksi dan menjual produk atas dasar pertimbangan membuat apa yang dapat dijual”. Jenis produk yang akan dihasilkan ditentukan berdasarkan permintaan pasar. Dengan kata lain cara ini dilandasi filosofi untuk “memenuhi kebutuhan masyarakat”.
Contoh:
Perusahaan A melakukan riset pasar untuk mengetahui produk yang saat ini dan beberapa waktu kedepan banyak diminta masyarakat. Produk X ternyata banyak diminta konsumen dan belum ada perusahaan yang dapat memenuhi seluruh permintaan pasar, oleh karena itu perusahaan A memutuskan untuk memproduksi produk X tersebut, walaupun perusahaan terpaksa harus menyesuaikan teknologi yang dimiliki dan dikuasainya dengan produk X yang akan dihasilkannya tersebut.
b) Technology-push, yaitu memproduksi dan menjual produk atas dasar pertimbangan “menjual apa yang dapat dibuat”. Jenis produk yang akan dihasilkan ditentukan berdasarkan teknologi yang dimiliki dan dikuasai perusahaan. Dengan perkataan lain, cara ini dilandasi filosofi untuk “menciptakan kebutuhan masyarakat”.
Contoh: Perusahaan X dengan sumber dayanya menguasai teknologi produksi pengolahan limbah plastik menjadi berbagai pot bunga plastik. Oleh karena itu, perusahaan ini akan memproduksi berbagai macam pot bunga plastik, tanpa mempertimbangkan bagaimana permintaan pasar terhadap produk tersebut.
2. Aspek volume produk (How)
Aspek ini adalah aspek yang berhubungan dengan jumlah produk yang akan dihasilkan/diproduksi. Umumnya dikenal dua cara atau teknik untuk menentukan jumlah produk yang akan diproduksi, yaitu:
a) Teknik nonstatistika atau teknik pertimbangan. Yaitu penentuan volume atau jumlah produk yang harus dibuat dan dijual yang didasarkan atas pendapat/pertimbangan seseorang atau sekelompok orang, baik dari manajemen perusahaan maupun dari luar perusahaan. Teknik yang banyak digunakan antara lain:
1) Pertimbangan tenaga penjual.
Tenaga penjual merupakan pihak yang paling mengetahui bagaimana kondisi pasar dan permintaan konsumen. Oleh karena itu, tenaga penjual dapat menjadi salah satu sumber informasi yang tepat dalam menentukan volume produksi. Misalnya, si A adalah tenaga penjual dari produk suatu perusahaan menginformasikan bahwa saat ini dan untuk beberapa waktu ke depan permintaan konsumen akan produk tersebut masih tetap banyak dan bahkan akan meningkat, hal ini dikarenakan tidak adanya perusahaan pesaing yang mampu memenuhi permintaan pasar. Oleh karena itu, atas dasar informasi ini perusahaan akan memproduksi setidaknya sama dengan jumlah produksi yang lalu atau dapat menambah jumlah produksi.
2) Pertimbangan eksekutif
Pihak eksekutif dalam hal ini adalah pihak manajemen perusahaan. Pihak eksekutif adalah wirausaha yang berwawasan luas, termasuk tentang kondisi pasar atau permintaan masyarakat. Oleh karena itu, pertimbangan dari pihak manajemen dalam menentukan volume produksi patut untuk dipertimbangkan. Hal ini tidak jauh berbeda dari pertimbangan tenaga penjual, dengan wawasan yang dimilikinya pihak eksekutif membuat perkiraan jumlah produk yang akan dihasilkan.
3) Pertimbangan ekspert.
Ekspert merupakan pihak yang memang memiliki tugas meramal volume penjualan, sehingga dari hasil ekspertnya tersebut dapat ditentukan berapa volume produksi yang tepat. Ekspert merupakan pihak yang memang diserahi tugas untuk membuat peramalan mengenai jumlah produk yang akan diproduksi. Oleh karena itu pihak ekspert akan melakukan berbagai hal yang ada kaitannya dengan usahanya untuk memprediksi produksi, misalnya melakukan survey ke konsumen atau pasar, mencatat fluktuasi penjualan dan sebagainya. Data-data yang diperoleh kemudian dianalisis dan selanjutnya dijadikan pedoman untuk menentukan jumlah produksi. b) Teknik statistika atau teknik analisis kuantitatif. Yaitu penentuan volume produksi berdasarkan atas analisis kuantitatif terhadap data-data masa lalu dan proyeksi masa yang akan datang dengan menggunakan rumus-rumus statistika tertentu. Teknik ini biasanya membutuhkan data-data kuantitatif mengenai produksi dan penjualan sebelumnya untuk dapat menentukan atau membuat peramalan bagi produksi dan penjualan yang akan datang.
3. Aspek kombinasi produk.
Merupakan aspek yang berhubungan dengan masalah jumlah jenis produk yang akan diproduksi, yaitu perusahaan akan memproduksi dan menjual lebih dari satu jenis produk (misalnya produk X dan Y). Karena sumberdaya yang dimiliki perusahaan terbatas, maka harus ditentukan kombinasi produksi yang tepat, berapa jumlah X yang diproduksi dan berapa jumlah Y yang akan diproduksi. Untuk menjawab kombinasi yang tepat tersebut biasanya menggunakan teknik linier programming. Contoh: Misalnya Perusahaan “Dunia Akhirat” akan memproduksi antara dua macam barang yang menggunakan sumber/faktor produksi yang sama baik bahan baku maupun tenaga kerja, yaitu sepatu anak (A) dengan sepatu dewasa (D). Memproduksi satu unit sepatu anak tentu memerlukan bahan baku dan tenaga kerja yang lebih sedikit dibanding dengan sepatu dewasa. Masing-masing sepatu memberi keuntungan yang berbeda, sepatu anak (A) memberi keuntungan sebesar Rp 12.000’,- per unit , sedangkan sepatu dewasa memberi keuntungan sebesar Rp 10.000,- per unit. Bahan baku utama yang digunakan terdiri dari Kulit (K), benang (B), lem (L), dengan rincian penggunaan sebagai berikut:
FAKTOR PRODUKSI (INPUT) | KEBUTUHAN AKAN INPUT PER UNIT PRODUK | INPUT YANG TERSEDIA | |
A | D | ||
K | 2 | 2 | 100 |
B | 1 | 2 | 70 |
L | 0,5 | 1 | 40 |
Dari data di atas maka:
(a) Dengan persediaan dan penggunaan input seperti di atas maka bagaimanakah kombinasi produksi antara produk A dan D ?
(b) Berapa keuntungan optimal yang akan diperoleh perusahaan “Dunia Akhirat” apabila memproduksi dengan kombinasi tersebut ?
Jawab:
§ Misalnya, perusahaan akan memproduksi A sebanyak X buah dan D sebanyak Y buah, maka laba yang diperoleh adalah:
Laba = 12.000 X + 10.000 Y
§ Penggunaan bahan baku K : 2A + 2D ? 100 (persamaan 1)
§ Penggunaan bahan baku B : 1A + 2D ? 70 (persamaan 2)
§ Penggunaan bahan baku L : 0,5 A + 1D ? 40 (persamaan 3)
a) Maka dari persamaan 1 dan 2, diperoleh:
2A + 2D = 100
1A + 2D = 70 (-)
A = 30
Untuk menentukan berapa D:
1A + 2D = 70
1 (30) + 2D = 70
2D = 70 – 30
D = 20
Dengan demikian kombinasi produksinya adalah 30 unit produk A (sepatu anak) dan 20 unit produk D (sepatu dewasa).
b) Keuntungan optimal yang diperoleh dengan kombinasi produksi di atas adalah:
(30 X Rp 12.000) + (20 X Rp 10.000) = Rp 560.000,-.
4. Proses Perencanaan Produksi.
a. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan produksi
Sebelum menetapkan langkah-langkah perencanaan produksi, setiap perusahaan dalam hal ini manajer produksi selayaknya mempertimbangkan hal-hal yang berkenaan dengan perencanaan produksi, yaitu antara lain:
1) Jumlah kebutuhan produksi per produk selama periode tertentu.
2) Kebijakan persediaan terhadap jumlah persedian bahan baku/penolong, bahan setengah jadi dan barang jadi.
3) Kebijakan kapasitas mesin atau kapasitas poduksi.
4) Tersedianya fasilitas produksi, seandainya terjadi penambahan atau pengurangan kapasitas produksi.
5) Tersedianya bahan baku dan bahan penolong serta tenaga kerja.
6) Jumlah produksi atau lot produksi yang ekonomis
7) Jadwal produksi dalam satu periode anggaran tertentu.
8) Skala produksi dan karakteristik proses produksi.
9) Dan lain-lain, termasuk dampak dari lamanya proses produksi.
b. Langkah-langkah perencanaan produksi.
Setiap wirausaha atau manajer produksi suatu perusahaan melakukan langkah – langkah perencanaan produksi sebagai berikut:
1. Penelitian dan Pengembangan Produk Bagi perusahaan/wirausaha penelitian produk yang dilakukan dibedakan atas penelitian terhadap proses produksi maupun pada produk yang dihasilkan.
a) Penelitian proses produksi
Penelitian proses produksi dimaksudkan untuk perbaikan terhadap proses produksi yang sedang berjalan baik produk yang sedang berjalan maupun untuk terciptanya produk baru tertentu.
Contoh:
Terhadap proses produksi produk dodol, dimaksudkan agar dodol yang dihasilkan memenuhi standar produk yang telah ditetapkan atau dapat menciptakan produk lain selain dodol dengan menggunakan bahan
yang hampir sama dengan dodol.
b) Penelitian Produk.
Penelitian produk ditujukan untuk perubahan/perbaikan produk yang sudah ada disesuaikan dengan selera konsumen.
Contoh:
Penelitian terhadap produk dodol yang sudah ada. Misalnya dari segi rasa dodol tersebut akan divariasikan dengan buah-buahan tertentu (misalnya dodol rasa starwberry, rasa nangka dan sebagainya), mengubah ukurannya, kemasannya, dan sebagainya sesuai dengan selera atau permintaan konsumen.
2. Mencari gagasan dan seleksi produk. Dari penelitian yang dilakukan baik terhadap proses produksi maupun terhadap produk, maka langkah selanjutnya adalah pelaksanaan dari penelitian dan pengembangan tersebut, yaitu dengan tahapan :
a) Mencari gagasan, yaitu tahapan dalam mencari gagasan-gagaan dalam rangka pengembangan produk. Gagasan ini dapat berasal dari pasar/konsumen, teknologi yang ada atau digunakan dan dari pihak ketiga atau biasanya pihak ahli.
1) Potensi pasar.
Pengembangan suatu gagasan mengenai produk harus ditentukan pula oleh potensi pasar dari produk tersebut. Oleh karena bila potensi pasarnya belum jelas maka pengembangan produk tersebut perlu dipertimbangkan kembali sampai potensi pasarnya jelas atau menguntungkan perusahaan. Untuk kepentingan pengembangan produk tersebut, maka harus diperhatikan beberapa faktor, antara lain:
(a) Persaingan. Apakah perusahaan pesaing juga telah melakukan pengembangan produknya ? Kalau ya, bagaimana bentuk pengembangan produknya ?
(b) Persediaan bahan, baik bahan baku maupun bahan penolong. Apakah bahan baku dan bahan penolong tersedia dalam jumlah yang cukup untuk jangka panjang atau justru sebaliknya ?
(c) Kualitas produksi yang diinginkan. Apakah perusahaan akanmempertahankan kualitas produk ataukah akan ada perbaikan kualitas ?
(d) Resiko teknik. Apakah dengan pengembangan produk yang direncanakan berakibat pada proses secara teknis, misalnya perlunya mesin atau peralatan yang baru atau tenaga ahli yang baru ?
(e) Volume penjualan yang diharapkan. Apakah dengan pengembangan produk dapat meningkatkan volume penjualan atau apakah perusahaan sudah puas dengan volume penjualan yang telah dicapai ?
(f) Strategi perusahaan. Apakah perusahaan telah siap dengan strategi tertentu dalam upaya pengembagan produk dan mempromosikannya, dalam bentuk yang bagaimana ?
Faktor-faktor di atas harus mendapat perhatian dari pihak perusahaan (pengusaha/wirausaha), agar rencana pengembangan produk benar-benar mendatangkan keuntungan sesuai dengan diharapkan, bukan sebaliknya yang justru berakibat perusahaan mengalami kerugian.
Dengan demikian, pengembangan produk harus dilakukan dengan pertimbangan dan perhitungan rasional – ekonomis (motif ekonomis), bukan hanya sekedar didorong oleh keinginan agar dianggap sebagai perusahaan yang maju atau karena faktor prestise motif psikologis)
2) Desain Produk pendahuluan.
Sebelum ditetapkan desain produk/jasa yang akan dikembangkan, maka ada beberapa hal yang harus dilakukan perusahaan/wirausaha yaitu:
Penentuan bentuk serta fungsi produk baru yang akan diproduksi, Pemilihan bahan yang akan digunakan dengan mempertimbangkan:
(a) Kebutuhan jenis (spesifikasi) produk atau bagian dari produk
(b) Harga dari bahan yang akan digunakan
(c) Biaya pemrosesan bahan atau biaya proses produksi.
Kesempatan diversifikasi. Yaitu peluang untuk menambah atau memperbanyak jenis produk yang akan dihasilkan. Misalnya:
· Dari hanya menghasilkan produk jasa angkutan, ditambah dengan produk jasa cuci mobil/motor.
· Dari hanya menghasilkan mesin pemotong rumput, ditambah dengan menghasilkan pula mesin penggiling rumput untuk makanan ternak. Dan sebagainya.
Bila telah diputuskan produk mana yang akan dikembangkan atau dihasilkan, maka tahap berikutnya adalah membuat desain produk pendahuluan, yaitu desain dari produk-produk yang terpilih untuk dikembangkan atau diproduksi. Desain produk pendahuluan yang kemudian dikembangkan ke dalam prototypenya diperlukan agar
sebelum produk tersebut diproduksi, selain benar-benar sudah memenuhi standar yang ditetapkan (baik standar bahan maupun standar kualitas), juga harus sesuai dengan permintaan pasar/konsumen.
Ada tiga faktor yang harus dicantumkan dalam desain produk pendahuluan ini, yaitu:
1) frekuensi kerusakan komponen (reabilitas),
2) kemudahan untuk pemeliharaan dan perbaikan (maintainability),
3) umur produk.
3) Pengujian, yaitu dimaksudkan untuk menguji apakah produk layak dikembangkan atau tidak, baik dilihat dari potensi pasar atau konsumen maupun secara teknik dari produk tersebut.
4) Desain akhir.
Apabila hasil pengujian produk tersebut layak untuk dikembangkan, maka dibuatlah isain akhir. Bila dari pengujian ada perbaikan-perbaikan, makasebelum diproduksi, perlu dibuat prototype baru untuk diuji kembali sampai produk tersebut lolos uji secara teknik maupun potensi pasar.
1. Menetapkan skala produksi.
Apabila telah ditetapkan jenis produk yang akan dihasilkan, maka langkah selanjutnya adalah menetapkan skala produksi, yaitu meliputi:
a) Penetapan waktu, yaitu kapan kegiatan proses produksi akan dilakukan
b) Penetapan kuantitas produk, yaitu berupa jumlah (volume) produk yang akan dihasilkan.
c) Menghitung keperluan biaya, yaitu berapa besar jumlah biaya yangdibutu hkan
d) Penetapan jumlah tenaga kerja yang diperkerjakan.
e) Penetapan peralatan apa saja yang akan digunakan.
f) Penetapan persediaan bahan baku yang optimal yang sesuai dengan kebutuhan.
1) Tahap-tahap penetapan skala produksi
Ada beberapa tahapan yang harus dilakukan dalam menetapkan skala produksi, yaitu:
a) Routing, yaitu tahap menetapkan dan menentukan urutan-urutan proses produksi dari hahan baku sampai menjadi barang jadi, termasuk di dalam tahap ini adalah penyusunan alat-alat/fasilitas yang diperlukan dalam proses produksi.
b) Scheduling, yaitu tahap menetapkan dan menentukan jadwal kegiatan operasi proses produksi, sebagai satu kesatuan dari keseluruhan kegiatan produksi.
c) Dispaching, yaitu tahap menetapkan dan menentukan proses pemberian perintah untuk mulai melakukan kegiatan proses produksi sesuai dengan routing dan scheduling. d) Follow – up, yaitu tahap menetapkan dan menentukan berbagai kegiatan agar tidak terjadi penundaan dan mengkoordinasi seluruh perencanaan kegiatan proses produksi.
2) Prinsip-prinsip yang harus dipertimbangkan dalam menetapkan skala produksi :
Dalam menetapkan skala produksi, seorang wirausaha atau manajer produksi harus memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:
a) Skala produksi harus sesuai dengan tujuan perusahaan atau tujuan usaha, artinya jangan sampai tujuan perusahaan harus diubah disesuaikan dengan skala produksi yang terlanjur telah ditetapkan.
b) Memperhatikan prinsip praktis dan kesederhanaan, artinya skala produksi harus mudah dilaksanakan oleh siapa pun dan bersifat sederhana.
c) Skala usaha bermanfaat dalam memberikan analisis dan klasifikasi mengenai kegiatan proses produksi.
3) Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam skala produksi.
Dalam menetapkan skala produksi, perusahaan harus mempertimbangkan faktor-faktor berikut:
1. Sifat proses produksi
Telah diuraikan sebelumnya mengenai perencanaan produksi. Apabila berbicara mengenai perencanaan produksi, maka sekaligus juga membicarakan masalah pemilihan proses produksi, yaitu pemilihan proses produksi antara proses produksi atas dasar pesanan (job order) dan produksi massal (mass production).
a) Produksi atas dasar pesanan (job order)
Jika perusahaan menggunakan proses produksi atas dasar pesanan, maka baik spesifikasi (jenis) maupun jumlah (kuantitas) produkdidasarkan atas pesanan yang masuk sesuai dengan permintaan pihak pemesan. Produksi atas dasar pesanan memiliki ciri utama:
1) Produk tidak dijual secara bebas di pasar (given market) Produk hanya diproduksi dalam jumlah terbatas atau sejumlah pesanan, sehingga tidak dijual secara bebas di pasar-pasar.
2) Perusahaan tidak perlu mengadakan persediaan (zero inventory) Karena memproduksi sebanyak yang dipesan, maka jumlah produksi selalu habis terjual. Oleh karena itu, perusahaan tidak perlu memiliki persediaan, perusahaan baru akan memproduksi bila ada pesanan dari pelanggan/konsumen.
b) Produksi massa (mass production)
Jika perusahaan menggunakan proses produksi massa, maka baik jenis maupun jumlah produksi tidak didasarkan atas pesanan, melainkan atas apa yang diputuskan perusahaan. Biasanya didasarkan atas pertimbangan volume produksi dan volume penjualan sebelumnya atau atas dasar pertimbangan pihak-pihak tertentu (misalnya tenaga penjual, manajemen perusahaan, ekspert atau pihak lainnya).
Produksi massa memiliki ciri utama:
1) Produk dihasilkan dalam jumlah besar (produksi besar-besaran)
2) Tujuan produksi adalah untuk menguasai pasar
3) Produk dijual di pasar bebas (free market)
4) Variasi produk kecil.
5) Harus ada persediaan untuk memenuhi permintaan pada masa tunggu (lead time)
Keputusan untuk memilih apakah perusahaan akan melakukan proses produksi pesanan atau produksi massa, sangat tergantung pada kemungkinan keuntungan yang akan diraih perusahaan, khususnya dilihat dari penguasaan pasar. Untuk memilih proses produksi massa, makaperusahaan terlebih dahulu perlu melakukan analisis pasar tentang situasi dan kondisi pasar khususnya untuk melihat pesaing. Hal ini diperlukan
untuk menyusun peramalan penjualan, yaitu perkiraan tentang penjualan barang hasil produksi pada masa yang akan datang.
Perusahaan dapat memilih salah satu atau kombinasi dari kedua proses produksi tersebut, yaitu disamping menjalankan proses produksi massa pada suatu lini produk tertentu perusahaan juga menerima pesanan khusus (job order) untuk lini produk lainnya, khususnya bagi perusahaan yang telah lama berkiprah atau telah memiliki pengalaman produksi dan penjualan. Sedangkan, bagi perusahaan yang baru atau
wirausaha baru melakukan produksi atas dasar pesanan masih sulit dilakukan karena belum dikenal.
Contoh:
Perusahaan memproduksi secara massa kemeja pria dewasa dengan ukuran umum S, M, dan L. Namun, perusahaan juga memproduksi kemeja atas dasar pesanan, misalnya kemeja dengan desain khusus sesuai permintaan konsumen, kemeja dengan ukuran extra, dan sebagainya.
2. Jenis dan mutu produk yang akan diproduksi
Perusahaan perlu mempertimbangkan jenis dan mutu produk yang akan diproduksi, yaitu:
(a) Sifat produk, apakah termasuk barang habis pakai (undurable goods) atau apakah barang tahan lama (durable goods).
(b) Kegunaan produk, apakah termasuk barang konsumsi (consumer’s goods) atau barang produksi (producer’s goods).
(c) Pembiayaan, apakah produk tersebut tergantung pada biaya satuan atau biaya total.
(d) Sifat permintaan, apakah produk tersebut diproduksi atas permintaan musiman atau rutin.
3. Pola/Kebijakan Produksi
Pola produksi menyangkut masalah mengenai pendistribusian produksi untuk masa produksi tertentu (biasanya satu tahun) ke dalam periode yang lebih kecil (misalnya tengah tahunan, triwulan atau bulanan).
Pola produksi diperlukan perusahaan yang sering kali mengalami fluktuasi penjualan produk yang berakibat berfluktuasinya persediaan awal dan persediaan akhir produk.
Ada tiga macam pola/kebijakan produksi yang dikenal, yaitu:
a) Pola produksi konstan.
Yaitu distribusi produk dari tahunan ke bulanan yang relatif sama besar (konstan) setiap bulannya. Dengan pola seperti ini, maka akan terdapat atau terjadi persediaan. Dengan adanya persediaan, maka kekurangan dan kelebihan penjualan akan diseimbangkan oleh kelebihan dan kekurangan persediaan yang dimiliki.
Contoh:
- Jumlah produksi setiap bulan sebanyak 1.500 unit.
- Misalnya, Bulan Juni terjual sebanyak 1.350 unit, berarti perusahaan memiliki persediaan sebanyak 150 unit.
- Bulan Juli perusahaan mampu menjual sebanyak 1.600 unit, padahal perusahaan hanya memproduksi sebanyak 1.500 unit. Kekurangan barang produksi ditutupi atau diseimbangkan dari persediaan bulan sebelumnya (150 unit), berarti perusahaan masih memiliki persediaan sebanyak 50 unit.
- Dan seterusnya, kekurangan atau kelebihan barang penjualan diseimbangkan oleh kelebihan atau kekurangan persediaan, kecuali untuk keadaan tertentu, misalnya saat terjadi permintaan besarbesaran.
b) Pola produksi bergelombang.
Yaitu distribusi produk tahunan ke bulanan, dengan jumlah produksi dari bulan ke bulan tidak sama besar tergantung pada besar kecilnya penjualan. Dengan pola produksi demikian, maka di samping jumlah produk yang diproduksi akan naik turun, juga berakibat pada kondisi persediaan relatif stabil. Bila penjualan naik maka produksi akan naik pula. Sedangkan, bila penjualan turun maka produksi akan turun pula.
Contoh:
- Misalnya jumlah produksi suatu perusahaan sebanyak 1.500 unit dengan persediaan sebanyak 100 unit.
- Bulan Juni diperkirakan penjualan sebanyak 1.800 unit, maka perusahaan akan memproduksi sebanyak 1.800 unit.
- Bulan Juli diperkirakan penjualan sebanyak 1.600 unit, maka perusahaan akan memproduksi sebanyak 1.600 unit.
- Dengan demikian, maka persediaan akan relatif stabil ? 100 unit.
c) Pola produksi moderat.
Yaitu distrubusi produk tahunan ke bulanan, dengan jumlah produksi dan persediaan yang berubah-ubah tergantung pada naik turunnya penjualan. Artinya, naik turunnya penjualan akan berakibat langsung pada naik turunnya baik produksi maupun persediaan.
Contoh:
- Misalnya, jumlah produksi suatu perusahaan sebanyak 1.500 unit dengan persediaan sebanyak 100 unit.
- Bulan Juni produksi sebanyak 1.600 unit dan penjualan sebanyak 1.400 unit, maka persediaan menjadi 300 unit. (1.600 + 100 – 1.400 = 300 unit)
- Bulan Juli produksi sebanyak 1.300 unit dan penjualan sebanyak 1.000 unit, maka persediaan menjadi 600 unit. (1.300 + 300 – 1.000 = 600 unit). - Dan seterusnya, seperti di atas. Jumlah produksi dan persediaan tidak stabil atau berfluktuasi seiring dengan fluktuasi penjualan.
Dari ketiga pola atau kebijakan produksi di atas, kebijakan atau pola produksi konstan memiliki keunggulan karena pola produksi konstan atau stabil ini memiliki 3 keuntungan, yaitu:
(a) Penggunaan fasilitas pabrik yang lebih baik:
- Mengurangi kapasitas yang diperlukan untuk musim ramai
- Menghindari kapasitas menganggur pada saat musim sepi
(b) Stabilitas tenaga kerja:
- Memperbaiki moral dan meningkatkan efisiensi tenaga kerja
- Mengurangi perputaran tenaga kerja
- Menarik tenaga kerja yang lebih terampil dan berpengalaman
- Mengurangi biaya latihan tenaga kerja baru
(c) Pembelian bahan baku yang lebih ekonomis sebagai akibat:
- Tersedianya bahan baku secara merata
- Diperolehnya potongan pembelian
- Kebutuhan modal yang merata
- Penyederhanaan masalah penyimpanan
- Mengurangi risiko persediaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar